WHAT'S NEW?
Loading...
Semaun
Semaun menyebarkan ideologinya kepada kaum kecil

"Sepanjang kali ini mas, sudah aku kuasai. Dan buruh-buruh disini mas, mereka harus tau mas, kalau mereka punya arti dan tujuan hidup." kata pria bernama Semaun itu. Usaha memasukan nilai-nilai komunisme terus dilakukan Semaun bersama kadernya.

"Mas, nang Semarang kami berhasil melakukan pemogokan-pemogokan, sampek-sampek para pemilik modal itu meluluskan semua tuntutan lho. Saiki sampeyan delok Pak Cokro, orang tua itu. Terlalu hati-hati mas... Semua orang akan meninggalkan dia"

Seorang pria yang sedang asik dengan kesibukannya itu pun terhenti dan berpikir dengen ekspresi kerasnya.
"Sampeyan gak tau mas, aku iki wes kesel. Capek. Sering ngikutin dia."

"Mas, sampeyan itu pinter. Jago berorganisasi. Tekun. Lak seharusnya sampeyan itu lebih dari sekedar juru tulis Pak Cokro"

"Sampeyan gak tau. Aku udah sering diskusi. Mendampingi kemana-mana. Bahkan sudah sering tak bujuk I, tapi gak onok hasile!"

"Pena mas. Kudu dadi senjata. Dadi cangkul. Arit. Semua pekerja, petani, bisa mensejahterakan diri mas. Yo iku masa depan mas."

Termakanlah orang malang itu oleh omongan Semaun. Perlahan tapi pasti, internalisasi nilai-nilai Semaun berhasil, dan melepaskan pengikut Pak Cokro itu.

"Aku kudu yaopo?"

"Sampeyan tak kandani. Revolusi di Rusia itu sudah memberikan bukti yang nyata, bahwa rakyat miskin bisa menggulingkan kaum borjuis. Sudahlah mas. Sudah saatnya anda keluar dari gagasan besar itu. Bergabunglah dengan kami sekarang."

-------------------------------------------------
Beginilah kiranya PKI mencoba memasukan nilai-nilainya kepada orang banyak. Khususnya, yang memang menjadi sasaran mereka; buruh. Saya kira, cara mereka memasukan ideologi komunisnya begitu sederhana. Akan tetapi, karena kondisi saat itu memang mendukung (buruh-buruh tertindas, dan tidak sejahtera secara ekonomi), maka dengan sedikit bumbu emosional dan asumsi pribadi mereka, cara sederhana itu akhirnya diterima.

Yang kurang logis, seolah-olah menajadi logis.

Mereka jadi lupa tentang kesabaran, proses, dan unsur-unsur pertimbangan selainnya yang perlu dipikirkan. Memang beginilah yang menjadi tantangan dalam pemikiran. Apakah kamu bisa bertahan untuk tetap obyektif? tidak termakan emosi?

Tidak banyak yang bisa menjawab dan melewati tantangan itu. Tidak banyak yang kalah karenanya. Kemudian mereka menjadi orang-orang yang cuma ikut-ikutan perubahan jaman, tanpa menyaring pemikiran-pemikiran yang ada di dalam perubahan itu. Mereka tidak sadari tentang liberalisasi. Sama. Mereka juga orang-orang yang lupa tentang kesabaran, proses, dan unsur-unsur pertimbangan selainnya yang perlu dipikirkan.

Dengan tidak sadarnya mereka berkata "orang-orang obyektif itu akan ditinggalkan banyak orang". Ini memang kedengaran agak bodoh. Tapi saya kira, itu memang bisa terjadi.

Pada akhirnya, mungkin orang-orang yang berhasil bertahan obyektif itu kecil secara kuantitas. Namun besar secara kualitas. Terus berusaha membangun semuanya dan tetap berpegangan kepada obyektfitas. Mereka juga terus mencari orang yang berkualitas besar.

Akan tetapi, terkadang mereka juga berakhir seperti Pak Cokro, bersama kawan setianya bernama Agus Salim. Merekalah pembawa gagasan besar yang kecil secara kuantitas, dan terhenti diperjalannya. Tapi, semangatnya untuk membawa kebenaran tetap ada.

Pak Cokro
Pak Cokro (kiri) dan Agus Salim (kanan)

Dalam kesunyian dan berbagai desakan pemerintah kolonial, Pak Cokro berpikir mendalam. Dia mengingat-ingat untuk apa dan kenapa dia ada dalam perjuangan ini. Bersama sahabat satu-satunya dia mencoba menghayati ulang perjuangannya itu.

"Sudah sampai dimana Hijrah kita, Agus?" Tanya Pak Cokro

"Sahabat-sahabat kita ditangkap Belanda. Sebagian yang lain telah menjadi Merah (komunis)."
....
"Apakah kamu akan menyerah pada hijrahmu?"

"...Seperti juga kisah Nabi Muhammad SAW. Selalu ada kekecilan dan keterkuncian dalam setiap Hijrah. Dan saya, Agus Salim, akan hijrah bersama Cokroaminoto!."

"Hanya ada satu cara untuk berhijrah. Ilmu yang tinggi, strategi yang baik, dan ketauhidan yang murni." balas Pak Cokro kepada Agus Salim.

Kemudian Pak Cokro ditangkap oleh Belanda.


Sumber:
Film Hos Cokro Aminoto, dan bumbu penalaran.

Saudara,
Telah berapa lama anda berada dalam realita?
Mungkinkah anda tidak paham?
Mari, ikuti saya
Pernahkah anda menenggelamkan diri,
ke dalam suatu non-realita?
Tahukah anda, apa non-realita itu?
Non-realita adalah seburuk-buruknya tempat
untuk manusia tempati!
Mereka membuat kita lupa realita, tempat berdinamika
Mereka begitu nyaman, tentu saja.
Sangat nikmat rasanya.
Mereka dikemas dengan begitu apik.
Alasan manusia lupa apa tujuannya
tiap detiknya,
dan tiap masalahnya.
Manusia menjadi lalai.
Tahukah anda, apa non-realita itu?
Non-realita adalah seburuk-buruknya tempat
untuk manusia tempati!
Manusia yang tenggelam di dalamnya,
lenyap dari permukaan, tempat realita mengapung.
Lenyap dari kenyataan yang ada.
Dia seolah tak nyata,
akibat minimnya peran di realita.
Tahukah anda, apa non-realita itu?
Non-realita adalah seburuk-buruknya tempat
untuk manusia tempati!
Seburuk-buruknya makhluk adalah pemasar mereka.
Mereka seperti membungkus sebuah kotoran
Dengan kemasan emas yang menyilaukan diri yang haus.
Haus kenikmatan.
Tapi memang begitulah manusia,
mereka bisa haus kenikmatan.
Sekalipun manusia cerdas.
Saudara,
Telah berapa lama anda berada dalam realita?
akal sebagai teknologi

Meski dunia bagian Eropa sudah memasuki "age of reason", namun dunia bagian timur masih terkurung oleh pemikiran yang bahkan tidak beralasan. Khususnya di Indonesia. Banyak dari masyarakat sekitar kita yang masih berperilaku atas dasar sesuatu yang subyektif, dan bukan malah obyektif. Kenapa? sebab sebagian dari mereka menolak akal.

Mereka lebih percaya pada dukun dan sesuatu yang tak berdasarkan kepada reasoning (=logika) yang mendalam. Filsafat ditolak. Sains juga ditolak. Dianggapnya, akal itu sesat. Dikiranya, akal itu relatif. Buktinya, manusia bisa salah setelah mengonsep, atau perubahan pada teori tertentu, dan kesalahan kalkulasi dan lain sebagainya.

Saya sendiri tidak habis pikir bagaimana mereka bisa berkata demikian sedangkan mereka sendiri menggunakkan akal untuk berkata demikian. Apakah kamu mengerti maksud saya? Ya, ini semacam kontradiksi dengan dirinya sendiri. Saya jelaskan lebih lanjut dengan pemaparan terkait akal sebagai teknologi manusia yang paling fundamental.

Peran Akal dalam Kehidupan Manusia

Sebelumnya, saya sudah bilang bahwa mereka yang menganggap akal itu sesat sebenarnya sudah mengingkari dirinya sendiri. Maksudnya begini, salah satu ciri dari akal adalah kebergunaannya untuk mendapatkan pengetahuan, menghubungkannya dengan pengetahuan selainnya, dan menyimpulkannya. Semua itu melalui proses-proses berpikir. 

Itu artinya, jika ada satu kesimpulan yang berdasarkan kepada fakta tertentu, maka itu artinya dia telah menggunakan akal. Dengan demikian, orang yang menyatakan bahwa akal itu sesat tadi, sebenarnya menggunakan akal juga itu menyimpulkannya. Jadi, sebenarnya dia menyalahi dirinya sendiri? Iya. 

Ciri kedua, bahwa akal adalah suatu bawaan, seperti halnya organ ataupun hukum-hukum yang ada dalam tubuh kita. Itu artinya, Tuhan sudah mendesain suatu konsekuensi logis, dimana jika suatu hal itu merupakan manusia maka dia pastilah memiliki akal. Tapi, apakah itu manusia? kiranya ini sangat rumit. Bahkan sains pun masih bingung dengan manusia itu sendiri. Mencari identitas sejati itu memang selalu rumit.

Ciri ketiga, akal merupakan sebuah teknologi. Kenapa? sebab karenanya lah kita dapat melakukan proses berpikir, dan proses berpikir ini terjadi sebagaimana mestinya. Alias, sudah menjadi kewajaran. Dan dia menghasilkan produk, yaitu pemikiran.

Lalu, dari ketiga ciri ini, apakah kamu sudah bisa memahami akal itu secara konkret? saya kira tidak. Namun setidaknya kamu sudah dapat menggambarkna bagaimana akal itu.

Baca Juga: Latar Belakang Belajar Ilmu Logika

Jadi, Apakah Bernilai Sesat?

Akalnya belum masuk
Jika akal adalah (1) suatu bawaan yang berpengaruh secara mutlak terhadap manusia, (2) yang berfungsi sebagai teknologi yang (3) khasnya digunakan untuk berpikir dan menghasilkan pemikiran, maka masihkah akal itu kita jauhi atau bahkan kita tolak? apakah akal itu sesat?

Menurut saya, karena akal adalah teknologi bawaan, maka akal sendiri bukanlah sesuatu yang bernilai sesat atau lurus/benar. Teknologi merupakan sesuatu yang tidak bisa dinilai secara moral, sebab dia tidak memiliki tujuan atau motif tertentu dengan misi-misi tertentu pula. Jadi, akal tidaklah sesat ataupun benar.

Tapi jangan senang dulu. Sebab, berpikir bisa menghasilkan sesuatu yang sesat atau benar. Mengapa? sebab berpikir adalah suatu proses yang bertujuan untuk memahami sesuatu sebagaimana mestinya. Jika suatu hasil berpikir tidak sesuai dengan kenyataan, maka dia pastilah sesat. Sebaliknya, jika suatu hasil berpikir itu sesuai dengan kenyataan, maka dia pastilah benar. Pertanyaannya, bagaimana caranya mencapai pemikiran yang sesuai dengan kenyataan? 
Seorang bernama Aristoteles pernah mengonsep masalah ini. Dia membukukannya dalam suatu yang berjudul "To Organon". Dia menyebut konsep metode berpikir tepat ini sebagai logika, dengan ilmunya yang disebut sebagai ilmu logika. 

Kesimpulan

Jadi, sebenarnya akal itu tidaklah sesat. Dia adalah teknologi. Akan tetapi manusia lah yang tidak metodologis cara berpikirnya sehingga menyebabkan kesalahan berpikir. Jika kita bisa menggunakan metode yang tepat, maka niscaya hasil berpikir kita itu benar.

Janganlah kamu takut untuk menggunakan akalmu. Takutlah jika kamu tidak memiliki panduan dan sumber-sumber pengetahuan yang benar. Sebab karenanyalah kamu akan mengalami kelurusan berpikir. Tidak ngawur.

Setelah masalah satu selesai, masalah berikutnya datang. Kita masih belum mengerti apa itu ilmu logika secara jelas. Mungkin anda mengira bahwa ilmu logika ya sekedar ilmu yang mempelajari tentang logika. Padahal, pengertian yang jelas, lebih dalam daripada itu!

Alhasil, akibat dari pemahaman yang sederhana itu, banyak orang yang belajar ilmu logika, tapi malah tidak mendapatkan hasil yang maksimal. Lalu, bagaimanakah pengertian mendalamnya? Lalu, apakah yang akan dipelajari di dalam ilmu logika? Yuk, cek :)

Pengertian Logika
Sederhana, katanya. Logika adalah kaidah/hukum/cara/metode berpikir tepat. Dan yang perlu digaris bawahi adalah, bahwa logika bukanlah produk jahat yang sanggup menghancurkan alam semesta. Dia hanyalah panduan yang berusaha mengarahkan kebiasaan umum kita. Memangnya, apa kebiasaan umum kita?

Baca Juga: Latar Belakang Belajar Ilmu Logika

Dalam konteks ini, tentunya adalah berpikir. Berpikir itu wajar sekali terjadi dalam manusia. Tapi, apa itu berpikir? yang bagaimanakah berpikir tepat itu?

Apa itu berpikir?
Pernahkah kamu berpikir? Ya, saya yakin kamu sering melakukannya. Kamu melihat suatu fenomena dan kemudian bertanya-tanya: "kok bisa begini?" atau "apa solusi atas masalah ini?".

Kemudian kamu mulai mencari tau apa yang menajdi inti masalah. Kamu mengecek ulang dalam ingatanmu: "apa yang aku tau?". Kemudian melalui analisis tertentu kamu menyimpulkan: "Oh, ini jawabannya begini".

Sudah paham apa itu berpikir? mari kita tarik pengertian darisana.

Berpikir adalah kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan-pengetahuan yang ada demi tercapainya suatu kesimpulan. Berpikir tidaklah sama dengan melamun. Khasnya, berpikir itu memiliki bahan dan rumusan masalah yang hendak dipecahkan.

Jika diperdalam lagi, berpikir itu berupa memahami masalah, menentukan data yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah, melakukan analisis, dan penyimpulan.

Berpikir tepat itu yang bagaimana?
Problema yang dialami oleh jutaan manusia adalah mencapai pemikiran yang tepat. Asal kamu tau saja, tidak semua hasil berpikir itu tepat. Ada waktu dimana berpikir itu tidak tepat. Misalnya, saat pengetahuan kita belum cukup, atau variabel yang kita buka sebenarnya irrelevant, atau hubungan antardata juga salah.

Berpikir yang tidak tepat akan menghasilkan kesimpulan yang salah total. Dari kesalahan itu, muncul kesesatan. Para pembelajar logika biasanya menyebut fenomena ini sebagai fenomena kesesatan berpikir.

Oleh sebab itu, berpikir tepat biasa diidentikan sebagai berpikir logis. Maksudnya, berpikir secara logika. Sebab logika menawarkan cara untuk mengantarkan kita pada penyimpulan yang tepat.

Jika manusia memiliki masalah untuk mencapai berpikir tepat, dan logika menawarkan cara berpikir tepat, Maka berpikir yang tepat haruslah menggunakan logika. Sebaliknya, berpikir yang sesat tidak akan menggunakan kaidah logika. Sebab yang bukan merupakan logika, berarti bukanlah metode berpikir yang tepat.
Pengertian Ilmu
Menurut KBBI, Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Khasnya, selalu menyatakan apa, bagaimana, dan mengapa.

Dari sana kita ketahui beberapa hal. Pertama, tujuannya adalah menerangkan gejala tertentu. Kedua, caranya adalah menyusun pengetahuan secara sistematis.

Jadi, yang dikatakan ilmu adalah pengetahuan-pengetahuan yang tersusun secara sistematis demi tercapainya suatu pengetahuan lain.

Pengetahuan-Pengetahuan yang Sistematis Dalam Ilmu Logika
Jika ilmu logika adalah pengetahuan-pengetahuan yang disusun secara sistematis demi tercapainya suatu pengetahuan tentang tata cara mengolah pengetahuan-pengetahuan yang ada demi tercapainya suatu kesimpulan yang tepat. Eh, kok rumit ya penjelasannya? hehehe

Sederhananya, jika ilmu logika adalah pengetahuan-pengetahuan yang disusun supaya kita dapat berlogika, maka ilmu logika membutuhkan kumpulan pengetahuan. Tentu saja, juga harus sistematis agar pengetahuan itu bisa dicapai. Lalu, bagaimanakah pengetahuan yang sistematis itu?

Pengertian Pengetahuan Sistematis dalam Ilmu
Sistematis adalah teratur secara sistem. Artinya, masing-masing unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu hal. Dengan demikian, pengetahuan sistematis dalam ilmu logika artinya pengetahuan-pengetahuan yang susun sedemikian rupa kedudukannya supaya membentuk suatu pengetahuan untuk mampu dalam urusan logika.

Jika demikian, maka ada pengetahuan-pengetahuan yang perlu disusun itu tadi, supaya bisa dipelajari. Pertanyaannya, pengetahuan apa saja yang perlu disusun?

Pengetahuan yang Dipelajari Dalam Ilmu Logika
Untuk tau pengetahuan-pengetahuan yang sistematis itu tadi agar kita bisa berpikir tepat, maka kita perlu tau unsur-unsur yang diperlukan agar berpikir tepat. Mengapa? Sebab unsur adalah alasan kenapa suatu hal dikatakan sebagai suatu hal. Jika kita tau unsur-unsurnya, maka akan sangat mudah bagi kita untuk membentuk suatu kesimpulan yang benar. Lalu, darimanakah kita tau unsur-unsurnya? Tentunya, melalui pengamatan terhadap kesimpulan yang tepat.

Coba kita amati kesimpulan yang sudah tepat. Cek ini (1):
  • Ini bolpenku karena ada di sakuku

Kalau kita melihat kesimpulan (1), maka kita akan mendapati tiga unsur, yaitu alasan, hubungan alasan dengan asumsi tertentu, dan kesimpulan. Mengerti? Mari kita jabarkan lebih dalam.

Pondasi Logika kesimpulan (1):
  • Bolpen Ini ada disaku milikku (pengetahuan/pernyataan)
  • Setiap yang ada disaku milikku adalah milikku juga (asumsi yang berhubungan dengan pengetahuan/pernyataan)
  • Maka, Bolpen ini adalah milikku (kesimpulan)

Ada beberapa hal yang agaknya tidak biasa kita rasakan disana. Ternyata, kita selalu memperoleh pengetahuan ketika menghadapi masalah ("Ada bolpen disaku milikku" dengan masalah: "Ini bolpennya siapa?"). Setelah itu, kita membenturkannya dengan sebuah kepastian yang tersembunyi ("asumsi tertentu") sehingga bisa memastikan/menyimpulkan "Ini bolpenku" (yang itu artinya, kita telah menjawab permasalahan di awal tadi). 

Akan tetapi, beberapa ilmuwan memiliki pendapat yang tidak saya setujui, bahwa bersamaan dengan itu, kita semua membuat makna akan apa yang kita ketahui, kemudian melakukan proses penyimpulan tadi. Suatu pengetahuan jika salah dimaknai akan menghasilkan penalaran yang salah. Oleh sebab itu, unsur berikutnya adalah unsur makna.

Pikir saya, pengetahuan makna adalah asumsi dasar bagi seorang pembicara. Sekalipun dia tidak berusaha menalar seperti mekanisme kesimpulan (1), maka makna adalah sesuatu yang tetap dibutuhkan. Sama halnya dengan kemampuan membuat kata.

Jika pengetahuan tentang makna dimasukkan, lalu kenapa pengetahuan tentang susunan alfabet, pengetahuan tentang susunan kata dalam kalimat dan lain sebagainya ikut dimasukkan? Jika kamu bisa menjelaskannya dengan alasan yang lebih baik, maka saya bisa setuju dengamu. :)

Dengan demikian, saya menganggap bahwa pengetahuan tentang makna dikategorikan sebagai ilmu tersendiri. Ilmu makna, pikir saya. Itu artinya, saya lebih setuju dengan tiga unsur yang membentuk suatu penalaran. Unsur-unsur itu adalah:
  1. Pengetahuan-pengetahuan yang benar dan relevan
  2. Asumsi tertentu yang menghubungkan pengetahuan-pengetahuan
  3. Penyimpulan/Pemikiran

Jika ketiga unsur ini benar, maka suatu penalaran bisa dikatakan tepat. Nah, ketiga unsur ini nantinya akan digunakan untuk belajar kita ke depannya.

Kesimpulan dan Sedikit "Kebijaksanaan"
Ilmu logika adalah suatu hal yang positif, saya kira. Mengapa? sebab dia mencoba meluruskan tata cara manusia berpikir; memecahkan masalah; menalar. Ilmu logika bukanlah sesuatu yang sanggup menghancurkan umat manusia, atau bahkan menyesatkan pemikiran. Justru, Ilmu logika berusaha mengeluarkan manusia dari fenomena kesesatan berpikir.

Baca Juga: Seperti apa pengaruh filsafat Yunani pada masyarakat?

Pengetahuan-pengetahuan dasar yang perlu dipahami agar kita mampu berpikir tepat adalah kemampuan untuk berpengetahuan yang benar dan relevan terhadap ide, asumsu tertetu yang benar, dan penyimpulan yang tidak ngawur.

Mulai saat ini, buanglah stigma "salah" atau "haram" kamu tentang ilmu ini. Bukankah sudah jelas apa maknanya? bukankah sudah jelas apa tujuannya? maka sebenarnya secara konseptual, jika kamu menyetujui segala pemaparan sedari latar belakang hingga kini, maka sekaligus kamu setuju dengan ilmu ini.

Lalu, kenapa banyak orang yang menggunakan logika cenderung sekuler, irreligius, bahkan ateis? Tentu, itu adalah hal yang nantinya kita temui dalam pembelajaran. Perbedaan pemikiran. Namun, bukan berarti logika itu salah. 
YunaniKehidupan manusia dipengaruhi oleh suatu pemikiran yang begitu mendasar yang berasal dari Yunani. Kita kenal itu sebagai filsafat. Filsafat tidak lebih dari sekedar pemaksimalan penggunaan akal manusia dalam mencari pengetahuan.

Sebagai salah satu produk paling berharga, dia mempengaruhi kehidupan manusia dengan sangat luar biasanya. Baik peraban Islam dahulu, dan Eropa masa kini, semuanya dipengaruhi oleh filsafat. Seolah, pemikiran orang-orang Yunani ini begitu benar pada dasar-dasar kehidupan manusia.

Mungkin kamu bertanya-tanya: Kok bisa ya? Lalu, sebenarnya bagaimana sih filsafat Yunani itu sebenarnya? Kenapa dia bisa mempengaruhi cara berpikir banyak orang?

God Of The Gaps
Thor dalam legenda Skandivania
Banyak dari masyarakat Yunani adalah penganut politeis (Tuhan yang lebih dari satu). Sederhananya, mereka adalah penyembah dewa-dewa. Mereka menganggap bahwa setiap dewa memiliki peranan tertentu dalam alam semesta.

Jadi, menurut pemahaman itu, ada dewa yang mengatur beberapa fenomena alam. Misalnya, petir. Mungkin pikir orang Yunani penganut politeis: "saya tidak tau darimana datangnya petir ini. Mungkin datangnya dari Zeus". Atau, dewa pengatur perang, atau dewa pengatur kesuburan dst. Ini semua kita kenal sekarang sebagai bagian mitologi Yunani. Khasnya, mereka merupakan jawaban atas masalah yang dihadapi oleh ketidaktahuan manusia.

Sebenarnya, munculnya para dewa juga terjadi di beberapa wilayah lain. Kalau kalian tau Thor, maka sebenarnya dia adalah dewa bagi penduduk Skandivania. Kalau tidak salah, dia adalah dewa yang melindungi penduduk Bumi dari gerhana matahari. Karena dirinyalah, gerhana matahari itu usai.

Dewa-dewa itu biasa disebut oleh orang barat (khususnya yang ateis) sebagai Gods Of The Gaps. Apa maksudnya? Sederhananya, adalah suatu sosok yang dihadirkan karena ketidaktahuan manusia.

Usaha Mengetahui "The Gaps"
Thales dari MiletusSebagian orang di Yunani merasa janggal akan semua ini. Mereka mencoba keluar dari "gaps" demi memastikan kebenaran yang ada. Apakah benar bahwa petir ada akibat dari adanya Dewa Zeus? Apakah benar dewa-dewi itu yang mengatur semua manusia?

Khasnya, mereka memiliki pemikiran yang begitu mendalam. Sekalipun, pertanyaan-pertanyaan yang mereka terkesan "aneh" bagi orang awam. Menurut saya juga aneh, jika tidak diketahui latar belakangnya. Tapi tidak akan aneh jika kita tau apa dan kenapa-nya.

Dengan penalaran mendalamnya, akhirnya mereka tau bahwa suatu fenomena alam terjadi karena alasan-alasan alamiah juga. Bukan karena suatu sosok yang besar dan perlu pengorbanan aneh untuk menghindari fenomena itu. Nah, ini adalah salah satu bentuk pemikiran yang sekarang kita kenal sebagai filsafat.

Filsafat tidaklah sama dengan mitos. Filsafat justru kontra dengan yang namanya mitos dan hal-hal magis yang belum jelas kenapa demikian. Tapi pada jaman-jaman sebelum renaisans di Eropa, banyak kaum agamawan yang menggunakan filsafat sebagai penguat pondasi keagamaan mereka. Mungkin karena beberapa gagasannya yang sejalan dengan agama.

Filsafat, khasnya muncul karena ada rasa keingintahuan. Seperti sains juga. Bedanya, sains lebih bersifat induktif, sedangkan filsafat biasanya induktif-deduktif. Baik filsafat maupun sains sama-sama menggunakan pengalaman dan akal (nalar/logika), sekalipun ada aliran-aliran tertentu yang memiliki pedapat yang berbeda tentang porsi dan mendudukan penggunaannya.

Baca Juga: Latar Belakang Belajar Ilmu Logika

Salah satu kisah yang menarik adalah pengetahuan yang dimiliki oleh Thales. Akibat dari usahanya untuk "lepas" dari prinsip God Of The Gaps, dia menjadi tau banyak pengetahuan. Konon, dia bisa mengukur tinggi piramida hanya dengan melihat bayangan dan posisi matahari, serta dia bisa memperkirakan terjadinya gerhana matahari.

Pendalaman pada Filsafat Yunani
Munculnya para pemikir ini cukup fenomenal, sebab dia bertolak belakang dari apa yang ada pada budaya masyarakat. Tapi, pada sisi lain membuat orang-orang menjadi lebih paham tentang dirinya. Darisana, muncul juga beberapa penggagas filsafat yang terkait dengan bagian dari "segala sesuatu".

Ada dua garis besar yang mengalir dalam filsafat pada masa Yunani. Garis besar itu adalah filsuf alam dan filsuf sosial. Filsuf alam adalah filsuf yang memfokusi dibidang alamiah. Kalau kamu kenal Democritus, maka dia sebenarnya adalah filsuf alam. Dialah yang menggagas adanya atom.

Baca Juga: 3 Fakta Teori Atom yang Tidak Dijelaskan Sekolah

Pernah kenal Parmenides? Dia juga filsuf alam. Thales juga filsuf alam. Bersama dengan Democritus dan kawan selainnya, mereka mencoba membuka asal-usul alam semesta.

Filsuf sosial adalah filsuf yang memfokusi terkait dengan sosial. Misalnya, Sokrates. Kamu pasti kenal dia. Dia adalah filsuf yang sempat fokus pada bidang sosial, seperti moralitas. Beraksi di dunia sosial dengan arah yang berbeda dari masyarakat umum itu susah, terlebih lagi jika masyarakatnya jumud (=tertutup/statis secara pemikiran). Socrates pun berakhir dengan hukuman mati karena dianggap meracuni pemikiran anak muda di daerahnya.

Akan tetapi, pendalaman mereka tidak sia-sia. Mereka banyak memberikan langkah awal baik dalam dunia natural seperti fisika, ataupun dunia sosial. Saya kira, ilmu pengetahuan memiliki dasar-dasarnya disini.

Kesimpulan dan Hikmah
Betapa luar biasanya dunia ini
Filsafat Yunani memiliki pengaruh yang sangat dasar bagi pemikiran dunia. Apakah kamu menyadarinya? Mereka, --para filsuf-- memberikan kita pelajaran bahwa apa yang kita tidak tau, ya, tetaplah tidak tau. Janganlah dikarang. Sebaliknya, gunakanlah pemikiran yang benar (Baca: Penalaran atau Logika) supaya yang tidak tau bisa diubah menjadi tau.

Usaha untuk mengetahui kebenaranpun membuahkan hasil. Manusia bisa lepas dari kesalahan berpikir, dan mengembangkan peradaban sebagaimana mestinya. Kita bisa tau tentang gerak, kategori benda, logika, ideologi, sistem kenegaraan, dan bahkan yang lebih mendasar lagi: "kebenaran".

Baca Juga: Kududukan Logika dengan Perasaan dan Peranannya















































Rangkuman Cerita

Chuck Jones dulu belajar di Royal Academy of Dance. Ketika awal dia memasukinya, ternyata ada banyak pelajar lainnya yang sangat berkemampuan. Saking hebatnya, Chuck Jones sampai minder dan berpersepsi bahwa dia tidak bisa bersaing dengan mereka. Akhirnya, dia pulang di saat sekolah masih berjalan.

Baca Juga: Kisah Dua Serigala dari Suku Indian

Dia menganggap dirinya gagal, sebab persepsi itu tadi. Pikirnya, pelajar-pelajar disana terlalu berkemampuan daripada dirinya. Kemudian, pamannya yang tinggal serumah dengannya datang dan bertanya.

"Kamu kok kelihatannya gak enak gitu? kayak bola yang digigit-gigit sama anjing itu. Ada apa?"

"Aku gak bisa berkompetisi dengan mereka. Mereka ngegambar seperti Leonardo DaVinci. Aku gak bakalan bisa seperti mereka. Aku cuma bisa ngegambar dikit. Jadi aku kira aku gak bisa bersaing dengan mereka, sebab... KAMU GAK BISA BALAPAN KUDA DENGAN MENGGUNAKAN BABI!" jawab Chuck

Kemudian pamannya menjawab, "Memang gak bisa. Tapi dia bisa menjadi babi yang tercepat yang pernah ada." Sambil mengedipkan mata.

Chuck tersadar akan omongan pamannya. Akhirnya dia mengerti bahwa manusia hanya bisa menjadi yang terbaik, sesuai dengan kapasitasnya. Dan dia juga mengerti bahwa kompetisi itu tidak ada di dalam pekerjaan yang kreatif.

Nilai

Setiap orang punya kemampuannya masing-masing dengan kapasitasnya masing-masing. Ketika hendak berkompetisi, hendaknya kita tidak berkompetisi dengan yang bukan kapasitas kita, sebab itu tidak realistis. Misalnya, jika berlari adalah hal yang tidak realistis dengan kita, maka janganlah berkompetisi dengan pelari. Tapi, apa itu realistis? kapankah suatu hal dikatakan tidak realistis bagi kamu? cuma kamu yang tau.

Baca Juga: Kududukan Logika dengan Perasaan dan Peranannya

Yang jelas, kita harus selalu sadar dan memahami diri kita sendiri. Tidak berlebihan, juga tidak kekurangan. Harus tepat. Awalnya, Chuck memandang dirinya terlalu kekurangan. Tapi setelah pamannya mengajak untuk berpikir, akhirnya dia sadar bahwa dia tidaklah kekurangan. Justru, dia unik dan memiliki kemampuannya sendiri.

Terimakasih untuk @Gav yang telah memposting gambar-gambar ini dengan judul Chuck Jones: An Animator Advice.