WHAT'S NEW?
Loading...

Kududukan Logika dengan Perasaan dan Peranannya

Setelah kemarin telah muncul post pertama tentang logika, maka kali ini kami akan membahas opini logis tentang Logika dan Perasaan. Apa Kedudukannya? Dan apa peranannya?

Logika dengan Perasaan (hati) memiliki kedudukan dan peranan masing-masing. Banyak orang yang salah menempatkannya. Bahkan, beberapa orang mengira bahwa kedua hal ini tidak mungkin dapat bekerja sama, karena mereka sangat berbeda. Sampai-sampai, jenis kelamin manusia sangat mempengaruhi adanya kedua hal ini. "Laki-laki cenderung berpikir dengan logika, wanita cenderung menggunakan perasaan." Dari pernyataan tersebut, seakan-akan laki-laki yang berpikir menggunakan logika tidak menggunakan perasaan, dan wanita tidak berpikir tidak menggunakan logika sama sekali. Kita akan bahas setelah ini.

Coba kita lihat sekilas contoh hubungan logika dengan perasaan yang ada pada kartun dibawah ini


Perasaan melakukan sesuatu

Perasaan ingin membeli banyak halLogika mengkhawatirkan kondisi keuangan
Logika dengan Perasaan berbeda pendapatPerasaan jauh dari apa yang ditargetkan logika
Perasaan tidak sabar
Perasaan merasa bosan
Perbedaan jalan antara logika dan perasaan

Sebelum kita membahas jauh, kita bahas dulu, apa itu logika dan apa itu perasaan. Karena sebelumnya kami pernah membahas tentang Logika, jadi kita tidak membahasnya terlalu banyak disini.

 Baca Juga : Latar Belakang Belajar Ilmu Logika

Logika singkatnya adalah proses penalaran. Yang berpikir tentang benar atau salahnya sesuatu. Melalui proses pengumpulan, pengelompokan, dan penganalisisan data. Logika bisa menghasilkan keputusan atau statement (pernyataan) yang lebih objektif. Dengan logika, kita bisa lebih dewasa dalam memberikan keputusan yang benar.

Perasaan sering dihubungkan dengan hati dan jiwa. Perasaan menerima rangsang dari indra-indra yang kita miliki, tanpa indra-indra tersebut, kita tidak bisa menerima rangsang yang akan diproses menjadi Perasaan. Perasaan memiliki sifat yang mudah terpengaruh/dipengeruhi, subjektif, tidak masuk akal, dan kekanak-anakan. Hasil dari perasaan biasanya tentang enak dan tidak enak, kenyaman, kesenangan, emosi, dan lain sebagainya. Dengan perasaan kita bisa memahami keadaan seseorang, menikmati, dan merasakan hidup.

Bagaimana Jika Kita Hidup Dengan Logika Saja?

hidup hanya dengan logikaAda film yang menggambarkan sebuah peradaban modern yang mengekang perasaan dan memaksimalkan penggunaan logika. Film itu berjudul Equilibrium. Menceritakan sebuah wilayah dimana kebebasan manusia dalam menggunakan perasaan dikekang. Tidak boleh merasakan cinta dan kasih sayang, tidak boleh menikmati indahnya hidup. Bahkan warganya dipaksa meminum pil khusus secara rutin untuk mengurangi kemampuan syaraf dalam menerima rangsang, terutama yang memberikan kesenangan. Penduduknya dipaksa untuk bekerja maksimal menggunakan logika mereka.

Hasilnya cukup menakjubkan loh, mereka memiliki produktifitas tinggi, bisa menciptakan teknologi modern, dan ekonomi yang terus berjalan dengan baik.

Tapi ceritanya berakhir ketika sekelompok melakukan pemberontakan. Sekelompok tersebut memberontak ingin kembalinya hak mereka sebagai manusia untuk menggunakan perasaan.

Nah loh. Logika bisa membuat peradaban modern, dan malah Perasaan yang membuat onar, kan? Jadi Hidup dengan Logika saja ya.. Hehehe

Bagaimana Jika Kita Hidup Dengan Perasaan Saja?

hidup dengan perasaan yang tenang ceriaRealitas hidup menggunakan perasaan ada banyak disekitar kita. Bahkan, kamu sendiri mungkin merasakannya. Dengan perasaan, kita bisa hidup lebih enak, lebih tentram, dan lebih bahagia. Cinta dan kasih sayang akan memenuhi kehidupanmu. Merasakan rindu, jatuh cinta, memori kasih, dan lain sebagainya.

Jika kamu merasa susah, beban hidup terasa berat, jiwamu mudah lelah. Mungkin semua itu karena adanya keterlibatan logika dalam hidupmu. Karena logika memikirkan, menganalisis, semua data masalah yang ada hadapi. Jadi, hilangkan logikamu. Nikmati saja hidupmu dengan perasaan yang enak, damai, tentram. Semua masalah itu akan hilang.

Terus, Gimana Dong?

Nah, dari contoh tersebut semakin terlihat bahwa logika dan perasaan adalah hal yang sangat berbeda. Bahkan seakan-akan itu sulit untuk dihubungkan. Tapi kita bisa menselaraskan meraka.

Mari kita kembali pada makna Logika dan Perasaan. Dalam berlogika, kita perlu mengumpulkan data. Nah, dari mana kita mendapatkan data-data tersebut? Ya! Dari Perasaan kita, karena perasaan kita memiliki banyak data yang didapat dari indra-indra kita. Nah, setelah mendapatkan data, kita perlu mengelompokkan. Mana yang perlu kita ambil untuk kita jadikan sebuah keputusan.

Keputusan yang kita ambil, akan memerlukan proses pengolahan data yang cukup baik. Maka menurut saya, Logika memiliki peran penting dalam hal ini. Tapi perasaan juga punya peran yang tidak kalah penting dari logika, yaitu sebagai pengumpul data dan sebagai indikator.

Contoh kasus singkat 1 :
Pengemis (P) : Pak, belikan saya nasi bungkus, Pak. Belum makan 3 hari...
Orang Kaya (O) : Bapak kenapa ga kerja aja? kerja jadi tukang kebun saya di desa mau pak?
Pengemis (P) : Mau pak terimakasih.

Analisis : Dari percakapan tersebut, pasti orang kaya merasa iba ketika melihat kondisi pengemis tersebut. Perasaan memunculkan rangsang untuk menolong pengemis tersebut. Lalu logika mengolah data yang ada (pengemis kelaparan, harus makan). Logika berproses, "jika aku memberinya makan saja hari ini, makan besoknya dia akan tetap jadi pengemis." dari pernyataan tersebut logika akhirnya memutuskan untuk mengajak pengemis untuk bekerja. Agar mendapatkan penghidupan di hari-hari selanjutnya.

Contoh kasus singkat 2 :
Gadis kecil memiliki kucing yang sangat dicintainya. Setiap hari ia beri makan, ia rawat bulunya, ia mandikan, dan seterusnya. Kucing tersebut sangat lucu, gadis tersebut sering mengajaknya bermain. Tapi suatu hari, kucing itu tiba-tiba menghilang dari rumahnya. Entah dicuri orang atau tersesat karena bermain terlalu jauh. Akhirnya gadis tersebut menangis sedih. Sampai-sampai sulit untuk diajak makan
Dari kasus tersebut, respon apa yang akan kamu berikan?
  1. Cuek dan mengatakan "kucing biasa ga usah dibuat sedih, pakai nangis lagi. Beli lagi aja kan bisa!"
  2. Peduli dan mengatakan "sudah, jangan sedih. mungkin kucingnya cuma bermain-main ke tempat yang lain, nanti kucingnya juga bakal balik sendiri. kita cari sama-sama aja. kalau memang tidak ketemu, kita cari kucing lain yang ga kalah lucu"
Analisis : Jika kamu memilih nomor 1, maka kamu tidak menggunakan perasaanmu sama sekali. Logika hanya menangkap dan memproses data 'kucing yang hilang', tanpa menangkap data 'gadis kecil yang sangat mencintai kucingnya yang menghilang'. Itu salah, karena kamu tidak mendapatkan data yang lengkap. Karena memberi keputusan harus melalui proses analisis data yang lengkap. Logikamu hanya menganalisis 'kucing biasa hilang, maka beli kucing baru saja'. Itu akan berdampak buruk dalam komunikasimu dengan orang lain
Jika kamu memilih nomor 2, maka kamu menggunakan logika dan perasaan dengan tepat. Kamu menangkap data menggunakan indra-indramu 'kucing yang sangat dicintai gadis kecil menghilang'. Maka, logika berpikir dan memutuskan, 'aku harus menenangkan gadis itu dan mengajaknya mencari, dan jika gagal, aku mengajaknya untuk mencari yang baru'.


Dari situ, terlihat bahwa penggunaan logika dan perasaan memiliki kedudukan yang saling mengisi. Logika harus mendapatkan data sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya sebelum diproses. Perasaan mengumpulan data sebelum kita memberikan keputusan.

 Perasaan berperan sebagai pengumpul data, Logika sebagai decision maker (pengambil keputusan). Jangan Terbalik!

Mungkin diantara kalian setelah membaca artikel ini masih merasa kesulitan dalam mengatur kapan menggunakan perasaan dan kapan menggunakan logika. Yang perlu kalian lakukan adalah terus pahami konsep yang telah kami jelaskan. Dan satu lagi, praktekkan terus menerus dalam hidupmu!

2 komentar: Leave Your Comments

  1. Terima kasih atas penjelasannya, sangat menarik dan bermanfaat 😊

    BalasHapus